Minggu, 08 Juni 2008

Hang Tuah


Alkisah, Di pantai barat Semenanjung Melayu, terdapat sebuah kerajaan bernama Negeri Bintan. Waktu itu ada seorang anak lakik-laki bernama Hang Tuah. Ia seorang anak yang rajin dan pemberani serta sering membantu orangtuanya mencari kayu di hutan. Hang Tuah mempunyai empat orang kawan, yaitu Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Lekiu dan Hang Kesturi. Ketika menginjak remaja, mereka bermain bersama ke laut. Mereka ingin menjadi pelaut yang ulung dan bisa membawa kapal ke negeri-negeri yang jauh.

Suatu hari, mereka naik perahu sampai ke tengah laut. “Hei lihat, ada tiga buah kapal!” seru Hang Tuah kepada teman-temannya. Ketiga kapal itu masih berada di kejauhan, sehingga mereka belum melihat jelas tanda-tandanya. Ketiga kapal itu semakin mendekat. “Lihat bendera itu! Bendera kapal perompak! “Kita lawan mereka sampai titik darah penghabisan!” teriak Hang Kesturi. Kapal perompak semakin mendekati perahu Hang Tuah dan teman-temannya. “Ayo kita cari pulau untuk mendarat. Di daratan kita lebih leluasa bertempur!” kata Hang Tuah mengatur siasat. Sesampainya di darat Hang Tuah mengatur siasat. Pertempuran antara Hang Tuah dan teman-temannya melawan perompak berlangsung sengit. Hang Tuah menyerang kepala perompak yang berbadan tinggi besar dengan keris pusakanya. “Hai anak kecil, menyerahlah… Ayo letakkan pisau dapurmu!” Mendengar kata-kata tersebut Hang Tuah sangat tersinggung. Lalu ia melompat dengan gesit dan menikam sang kepala perompak. Kepala perompak pun langsung tewas. Dalam waktu singkat Hang Tuah dan teman-temannya berhasil melumpuhkan kawanan perompak. Mereka berhasil menawan 5 orang perompak. Beberapa perompak berhasil meloloskan diri dengan kapalnya.

Kemudian Hang Tuah dan teman-temannya menghadap Sultan Bintan sambil membawa tawanan mereka. Karena keberanian dan kemampuannya, Hang Tuah dan teman-temannya diberi pangkat dalam laskar kerajaan. Beberapa tahun kemudian, Hang Tuah diangkat menjadi pimpinan armada laut. Sejak menjadi pimpinan armada laut, negeri Bintan menjadi kokoh dan makmur. Tidak ada negeri yang berani menyerang negeri Bintan. Beberapa waktu kemudian, Sultan Bintan ingin mempersunting puteri Majapahit di Pulau Jawa. “Aku ingin disiapkan armada untuk perjalanan ke Majapahit,” kata Sultan kepada Hang Tuah. Hang Tuah segera membentuk sebuah armada tangguh. Setelah semuanya siap, Sultan dan rombongannya segera naik ke kapal menuju ke kota Tuban yang dahulunya merupakan pelabuhan utama milik Majapahit. Perjalanan tidak menemui hambatan sama sekali. Pesta perkawinan Sultan berlangsung dengan meriah dan aman.

Setelah selesai perhelatan perkawinan, Sultan Bintan dan permaisurinya kembali ke Malaka. Hang Tuah diangkat menjadi Laksamana. Ia memimpin armada seluruh kerajaan. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena para perwira istana menjadi iri hati. Para perwira istana menghasut Sultan. Mereka mengatakan bahwa Hang Tuah hanya bisa berfoya-foya, bergelimang dalam kemewahan dan menghamburkan uang negara. Akhirnya Sultan termakan hasutan mereka. Hang Tuah dan Hang Jebat di berhentikan. Bahkan para perwira istana mengadu domba Hang Tuah dan Hang Jebat. Mereka menuduh Hang Jebat akan memberontak. Han Tuah terkejut mendengar berita tersebut. Ia lalu mendatangi Hang Jebat dan mencoba menasehatinya. Tetapi rupanya siasat adu domba oleh para perwira kerajaan berhasil. Hang Jebat dan Hang Tuah bertengkar dan akhirnya berkelahi. Naas bagi Hang Jebat. Ia tewas ditangan Hang Tuah. Hang Tuah sangat menyesal. Tapi bagi Sultan, Hang Tuah dianggap pahlawan karena berhasil membunuh seorang pemberontak. “Kau kuangkat kembali menjadi laksamana”, kata Sultan pada Hang Tuah. Sejak saat itu Hang Tuah kembali memimpin armada laut kerajaan.

Suatu hari, Hang Tuah mendapatkan tugas ke negeri India untuk membangun persahabatan antara Negeri Bintan dan India. Hang Tuah di uji kesaktiannya oleh Raja India untuk menaklukkan kuda liar. Ujian itu berhasil dilalui Hang Tuah. Raja India dan para perwiranya sangat kagum. Setelah pulang dari India, Hang Tuah menerima tugas ke Cina. Kaisarnya bernama Khan. Dalam kerajaan itu tak seorang pun boleh memandang langsung muka sang kaisar. Ketika di jamu makan malam oleh Kaisar, Hang Tuah minta disediakan sayur kangkung. Ia duduk di depan Kaisar Khan. Pada waktu makan, Hang Tuah mendongak untuk memasukkan sayur kangkung ke mulutnya. Dengan demikian ia dapat melihat wajah kaisar. Para perwira kaisar marah dan hendak menangkap Hang Tuah, namun Kiasar Khan mencegahnya karena ia sangat kagum dengan kecerdikan Hang Tuah.

Beberapa tugas kenegaraan lainnya berhasil dilaksanakan dengan baik oleh Hang Tuah. Hingga pada suatu saat ia mendapat tugas menghadang armada dari barat yang dipimpin seorang admiral yang bernama D Almeida. Armada ini sangat kuat. Hang Tuah dan pasukannya segera menghadang. Pertempuran sengit segera terjadi. Saat itulah Hang Tuah gugur membela tanah airnya. Ia tewas tertembus peluru sang admiral.
Sejak saat itu, nama Hang Tuah menjadi terkenal sebagai pelaut ulung, laksamana yang gagah berani dan menjadi pahlawan di Indonesia dan di Malaysia. Sebagai bentuk penghormatan, salah satu dari kapal perang Indonesia diberi nama KRI Hang Tuah. Semoga nama itu membawa ‘tuah’ yang artinya adalah berkah.

Moral : Semua warga negara Indonesia boleh mencontoh jiwa dan semangat kepahlawanan Hang Tuah yang gagah berani, tangkas, cerdik dan pantang menyerah.

Sumber : Elexmedia

Selengkapnya...

Malin Kundang

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.

Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.

Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.

Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

Pesan Moral : Sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak

dicritakan kembali dan sumber gambar dari e-smartschool

Selengkapnya...